Kata Baku Cendekiawan atau Cendikiawan Mana yang Benar?
KakaKiky - Kamu mungkin sering mendengar dan membaca dua bentuk kata yang merujuk pada orang berilmu tinggi: cendekiawan atau cendikiawan? Seringnya, kedua kata ini digunakan bergantian, baik di media massa, buku, bahkan dalam pidato-pidato formal. Kebingungan ini sangat wajar karena kedua kata ini terdengar sangat mirip dan memiliki arti yang sama persis. Lalu, manakah penulisan yang baku dan benar menurut kaidah Bahasa Indonesia?
{getToc} $title={Daftar Isi}
Apakah itu cendekiawan dengan 'e' atau cendikiawan dengan 'i'? Tenang saja, jawabannya sangat jelas: penulisan yang baku dan benar hanyalah cendekiawan dengan huruf ‘e’ sebelum 'k'. Pada postingan ini saya akan membahas tuntas mengapa hanya cendekiawan yang diakui sebagai kata baku, asal-usulnya, dan bagaimana kamu bisa menggunakan kata tersebut dengan tepat untuk menghasilkan tulisan yang berkualitas dan bebas dari kesalahan ejaan.
Cendekiawan atau Cendikiawan: Keputusan KBBI Sudah Jelas
Sebagai pedoman utama bahasa kita, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menetapkan bahwa kata baku untuk menyebut orang yang cerdas dan berilmu adalah cendekiawan. Kata ini didefinisikan sebagai:
- Orang yang memiliki kecerdasan, pengetahuan, dan wawasan yang luas.
- Orang yang ahli dalam ilmu pengetahuan; kaum terpelajar.
Lalu, bagaimana dengan cendikiawan? Kata cendikiawan tidak terdaftar sebagai entri utama dalam KBBI. Jika sebuah kata tidak tercantum atau hanya dicantumkan sebagai varian nonbaku, maka statusnya adalah tidak baku. Ini berarti, dalam konteks penulisan formal, akademik, maupun jurnalistik yang profesional, kamu wajib menggunakan cendekiawan.
Asal-Usul Kata: Mengapa Ada 'E' pada Cendekiawan?
Untuk memahami mengapa 'e' yang benar, kita harus membedah kata ini. Kata cendekiawan adalah kata majemuk yang terdiri dari dua unsur utama: cendekia dan sufiks pembentuk nomina pelaku, -wan.
Kata Dasar Baku: Cendekia, Bukan Cendikia
Kata dasar yang baku dalam KBBI adalah cendekia (dengan 'e' sebelum 'k'), yang berarti cerdik pandai atau cerdik. Kata cendekia sendiri berasal dari bahasa Sanskerta, cintya atau cinta, yang memiliki makna berpikir, memahami, atau mempertimbangkan.
Ketika kata dasar baku cendekia digabungkan dengan sufiks -wan (yang berarti orang yang memiliki keahlian/profesi), maka terbentuklah: cendekia + wan = cendekiawan. Secara struktural dan fonetik, kata ini mengikuti kaidah pembentukan kata baku yang ada.
Mengapa Cendikiawan Sering Muncul?
Munculnya varian cendikiawan (dengan 'i') kemungkinan besar disebabkan oleh faktor analogi fonetik dan kebiasaan pelafalan. Dalam bahasa Indonesia, banyak kata yang menggunakan vokal 'i' sebelum 'a', seperti sedia, setia, atau karya. Kecenderungan ini menyebabkan penutur secara tidak sadar mengubah 'e' menjadi 'i' saat melafalkan kata cendekiawan, dan kemudian terbawa ke dalam penulisan.
Selain itu, penggunaan yang sering di media non-baku dan media sosial ikut memperkuat persepsi bahwa kedua bentuk tersebut sama-sama benar. Namun, bagi kamu yang ingin menguasai bahasa Indonesia dengan baik, perbedaan ini adalah hal mendasar yang harus dipahami.
Perbedaan Baku vs. Nonbaku: Mengapa Konsistensi Itu Penting?
Dalam penulisan di platform online, keakuratan ejaan baku seperti cendekiawan sangat penting untuk menjaga kredibilitas tulisan kamu.
Membangun Otoritas Konten
Artikel yang secara konsisten menggunakan kata baku cendekiawan dianggap lebih berbobot dan otoritatif. Pembaca, terutama yang peduli terhadap tata bahasa, akan lebih mempercayai informasi yang kamu sampaikan. Dalam jangka panjang, otoritas ini akan meningkatkan citra blog kamu sebagai sumber informasi yang tepercaya.
Menghindari Kesalahan Ejaan Fatal
Kesalahan pada kata-kata umum dan penting seperti cendekiawan dapat mengganggu pembaca dan mengurangi fokus mereka dari substansi konten yang kamu tulis. Pastikan kamu selalu memeriksa penulisan ini, terutama di bagian-bagian penting seperti judul dan subjudul, yang berfungsi sebagai jangkar informasi.
Trik Mudah Mengingat Penulisan Cendekiawan yang Benar
Jika kamu masih sering tertukar antara 'e' dan 'i', coba gunakan teknik asosiasi sederhana.
- Ingatlah bahwa kata dasar bakunya adalah c-e-n-d-e-k-i-a. Huruf 'e' ada dua kali di awal.
- Ingatlah bahwa kata ini berasosiasi dengan ilmu pengetahuan. Huruf 'e' pada cendekiawan sama dengan 'e' pada kata pengetahuan.
- Fokus pada suku kata -dek-. Dalam bahasa Indonesia, suku kata dengan pola K-Vokal-K (konsonan-vokal-konsonan) seperti ini sering menggunakan 'e' untuk bunyi pepet yang pendek.
Dengan melatih ingatanmu pada cendekiawan (dengan 'e'), kamu akan secara otomatis menghindari penulisan nonbaku cendikiawan.
Kesimpulan: Konsisten Gunakan Cendekiawan
Setelah membedah kata ini hingga ke akar katanya, kamu sekarang tahu bahwa penulisan yang benar dan baku sesuai kaidah Bahasa Indonesia adalah "Cendekiawan". Kata "cendikiawan" adalah bentuk nonbaku yang muncul dari kesalahan analogi pelafalan.
Sebagai penulis yang menghargai kualitas konten, konsistenlah menggunakan cendekiawan dalam setiap tulisanmu. Hal ini tidak hanya menunjukkan kamu peduli pada bahasa, tetapi juga meningkatkan kepercayaan pembaca terhadap informasi yang kamu sampaikan. Jangan biarkan kesalahan ejaan sederhana merusak citra profesionalmu.
Nah sobat, sekarang kamu sudah tahu kan kalau penulisan yang benar itu adalah Cendekiawan bukan cendikiawan. Jangan lupa untuk share postingan ini ke teman-teman kamu agar mereka juga tidak ikutan salah dalam menuliskan kata. Cukup sekian, Wassalamu’alaikum and Be Prepared!