Hukum Waris Islam vs Hukum Waris Perdata: Apa Saja Perbedaannya?
Perbedaan hukum waris islam dan hukum waris perdata
KakaKiky - Pernahkah kamu terpikir bagaimana pembagian harta peninggalan jika seseorang meninggal dunia? Masalah warisan memang sering kali menjadi topik yang sensitif namun sangat penting untuk dipahami agar tidak terjadi konflik di kemudian hari. Di Indonesia sendiri, sistem hukum waris tidak hanya satu jenis saja. Pertanyaan yang sering muncul adalah mana yang lebih tepat digunakan antara Hukum Waris Islam vs Hukum Waris Perdata: Apa Saja Perbedaannya? Postingan kali ini akan mengupas tuntas perbedaan kedua sistem hukum tersebut agar kamu mendapatkan gambaran yang jelas dan akurat.
{getToc} $title={Daftar Isi}
Mengenal Sistem Hukum Waris di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman hukum, termasuk dalam urusan keluarga. Dalam hal pembagian harta benda, masyarakat biasanya merujuk pada tiga sistem utama: Hukum Waris Islam, Hukum Waris Perdata (KUHPer/BW), dan Hukum Waris Adat. Namun, persinggungan yang paling sering diperdebatkan adalah antara Hukum Waris Islam vs Hukum Waris Perdata.
Hukum Waris Islam bersumber dari Al-Qur'an, Hadits, dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Aturan ini wajib diterapkan bagi mereka yang beragama Islam. Di sisi lain, Hukum Waris Perdata bersumber dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek atau BW) yang merupakan peninggalan zaman kolonial Belanda. Biasanya, hukum ini berlaku bagi mereka yang non-muslim atau masyarakat keturunan tertentu yang menundukkan diri pada hukum perdata.
Perbedaan Dasar Hukum Waris Islam vs Hukum Waris Perdata
Ada beberapa poin krusial yang membedakan kedua sistem ini, mulai dari siapa yang berhak menerima hingga besaran bagian yang didapatkan.
1. Dasar Berlakunya Hukum
Dalam Hukum Waris Islam, penentuan ahli waris didasarkan pada hubungan darah dan hubungan perkawinan. Keimanan atau agama menjadi syarat mutlak; artinya, ahli waris harus beragama Islam untuk mewarisi dari pewaris yang muslim. Sedangkan dalam Hukum Waris Perdata, prinsip utamanya adalah hubungan darah tanpa memandang agama. Seseorang tetap bisa mewarisi harta meskipun memiliki keyakinan yang berbeda dengan orang tuanya.
2. Waktu Pembagian Harta
Hukum Islam menekankan bahwa kewarisan baru terjadi secara otomatis sesaat setelah seseorang meninggal dunia. Harta tersebut harus segera dibersihkan dari hutang dan biaya pengurusan jenazah sebelum dibagikan. Dalam Hukum Perdata, ada prinsip "Le Mort Saisit Le Vif" di mana ahli waris secara hukum langsung memperoleh segala hak dan kewajiban si meninggal, termasuk tanggung jawab atas hutang-hutangnya secara penuh.
Siapa Saja Ahli Warisnya?
Pembagian kelompok ahli waris dalam Hukum Waris Islam vs Hukum Waris Perdata juga sangat berbeda strukturnya:
- Hukum Islam: Ahli waris dibagi menjadi Dzawil Furud (yang bagiannya sudah ditentukan secara pasti dalam Al-Qur'an) dan Ashabah (yang menerima sisa harta).
- Hukum Perdata: Ahli waris dibagi menjadi empat golongan berdasarkan kedekatan hubungan darah. Golongan I terdiri dari suami/istri yang hidup terlama dan anak-anak beserta keturunannya.
- Status Anak: Dalam Hukum Islam, anak yang berhak mewarisi hanyalah anak kandung dari perkawinan yang sah. Sedangkan dalam Perdata, dikenal pula pengakuan terhadap anak luar kawin yang memiliki porsi waris tertentu jika diakui secara sah.
Prinsip Besaran Bagian Harta Warisan
Inilah poin yang paling sering menjadi sorotan ketika membahas Hukum Waris Islam vs Hukum Waris Perdata.
Dalam Hukum Islam, berlaku prinsip 2:1 antara laki-laki dan perempuan. Mengapa demikian? Karena dalam konsep Islam, laki-laki memiliki kewajiban memberi nafkah kepada keluarga dan kerabat perempuannya, sehingga bagiannya dibuat lebih besar. Namun, perlu dicatat bahwa dalam prakteknya di Indonesia, ahli waris bisa melakukan kesepakatan damai (ishlah) untuk membagi rata harta setelah masing-masing mengetahui porsi aslinya.
Sebaliknya, Hukum Waris Perdata menganut prinsip kesetaraan mutlak. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Jika seorang ayah meninggal meninggalkan satu anak laki-laki dan satu anak perempuan, maka harta dibagi rata 50:50. Sistem ini tidak melihat tanggung jawab nafkah, melainkan semata-mata berdasarkan kedudukan individu dalam garis keturunan.
Mengenal Istilah Wasiat dan Legitieme Portie
Wasiat juga menjadi pembeda yang signifikan antara kedua hukum ini. Dalam Islam, wasiat hanya boleh diberikan kepada orang yang bukan ahli waris dan jumlahnya tidak boleh lebih dari 1/3 dari total harta bersih. Hal ini bertujuan agar hak ahli waris utama tetap terjaga.
Dalam Hukum Perdata, dikenal istilah "Legitieme Portie" atau bagian mutlak. Ini adalah bagian harta yang dilindungi undang-undang yang tidak boleh dihapuskan oleh pewaris melalui wasiat. Meskipun seseorang ingin mewasiatkan seluruh hartanya ke yayasan sosial, anak-anaknya sebagai ahli waris tetap berhak menuntut bagian mutlak mereka sesuai aturan undang-undang.
Referensi: lpbhnusitubondo.com
Kesimpulan
Setelah membaca artikel ini, kamu kini memahami bahwa perbedaan antara Hukum Waris Islam vs Hukum Waris Perdata terletak pada landasan filosofis, syarat keagamaan, hingga metode pembagian porsinya. Pemilihan hukum mana yang digunakan di Indonesia umumnya bergantung pada agama si pewaris saat meninggal dunia.
Memahami perbedaan ini sangat penting agar kamu bisa mempersiapkan segala sesuatunya dengan bijak dan meminimalisir potensi sengketa keluarga di masa depan. Jika kamu menghadapi masalah waris yang kompleks, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli hukum atau notaris terpercaya untuk mendapatkan solusi terbaik.
Nah sobat, sekarang kamu sudah tahu kan apa saja poin penting yang membedakan Hukum Waris Islam vs Hukum Waris Perdata. Semoga postingan singkat ini bisa bermanfaat buat kalian ya! Jangan lupa untuk share postingan ini ke teman-teman kalian agar mereka juga mendapatkan edukasi hukum yang tepat. Cukup sekian, Wassalamu’alaikum and Be Prepared!