Kata Baku Ateis atau Atheis Mana yang Benar?
Kata Baku Ateis atau Atheis |
KakaKiky - Di tengah perbincangan tentang keyakinan dan filsafat, kata ateis atau atheis sering muncul. Namun, jika kamu perhatikan, penulisan keduanya terkadang berbeda di berbagai media. Sebagian orang menuliskannya dengan "th," sementara yang lain hanya menggunakan "t." Lantas, dari kedua ejaan ini, mana yang benar dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia?
{getToc} $title={Daftar Isi}
Jawaban singkatnya adalah: ateis.
Kata yang baku dan tercatat resmi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah ateis. Penulisan dengan "th" atau atheis
dianggap tidak baku dan merupakan serapan langsung dari bahasa Inggris.
Memahami perbedaan ini tidak hanya
penting untuk penulisan yang rapi dan profesional, tetapi juga untuk
menunjukkan penguasaanmu terhadap Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)
yang berlaku.
Kenapa "Ateis" Adalah Kata Baku?
Penentuan kata baku dalam bahasa
Indonesia tidak dilakukan secara sembarangan. Ada kaidah dan aturan yang sudah
ditetapkan, terutama yang berkaitan dengan penyerapan kata dari bahasa asing.
Dalam kasus ini, kata ateis berasal dari bahasa Inggris atheist.
Menurut aturan penyerapan kata asing,
gabungan huruf th yang dalam bahasa Inggris menghasilkan bunyi /θ/ atau
/ð/ (bunyi yang tidak ada dalam bahasa Indonesia) biasanya disederhanakan
menjadi huruf t. Aturan ini berlaku untuk banyak kata lain, bukan hanya ateis.
Beberapa contoh lain penyerapan kata
dengan perubahan "th" menjadi "t":
- theology → teologi (bukan theologi)
- theory → teori (bukan theori)
- theraphy → terapi (bukan theraphy)
Jadi, kata baku ateis adalah
hasil dari proses penyerapan yang sudah sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Jika kita mencari kata atheis di KBBI, hasilnya akan mengarahkan kita ke
entri ateis, yang menandakan bahwa kata tersebut tidak baku.
Ateis atau Atheis: Perbedaan Penggunaan dalam Kalimat
Meskipun secara aturan hanya
"ateis" yang benar, kita tetap menemukan penggunaan kata
"atheis" di berbagai platform. Memahami perbedaan konteks
penggunaannya akan membantu kamu memilih kata yang tepat.
Penggunaan Kata Ateis (Formal dan Informal)
Sebagai kata baku, penggunaan kata
ateis sangat fleksibel. Kata ini bisa dipakai dalam tulisan formal,
semi-formal, maupun informal tanpa masalah.
Contoh Kalimat Formal/Semi-formal:
- Filsafat ateis menolak keberadaan Tuhan atau dewa-dewi.
- Banyak tokoh intelektual yang dianggap sebagai ateis di masa lalu.
- Jurnal ini membahas pandangan seorang ateis tentang moralitas.
Contoh Kalimat Informal/Sehari-hari:
- "Kamu kenal ateis?"
- “Dia menjelaskan pandangan ateis-nya dengan semangat.”
Penggunaan Kata Atheis (Nonformal)
Sebaliknya, penggunaan kata atheis
hanya cocok untuk konteks yang sangat santai atau dalam tulisan yang tidak
mementingkan kaidah kebahasaan, misalnya di media sosial atau forum diskusi
nonakademik. Menggunakan kata ini dalam tulisan resmi, laporan, atau artikel
ilmiah akan dianggap kurang tepat.
Contoh Kalimat Nonformal:
- "Banyak yang debat soal atheis di kolom komentar."
- "Film itu menceritakan kisah hidup seorang atheis yang mencari makna hidup."
Namun, perlu diingat, penulisan atheis
lebih sering dipengaruhi oleh kebiasaan dan latar belakang pendidikan yang
terpapar bahasa Inggris. Bagi sebagian orang, ejaan "th" terlihat
lebih akrab karena sering menemukannya dalam teks-teks berbahasa Inggris.
Aturan Penulisan "Ateis" Sesuai PUEBI dan KBBI
PUEBI adalah panduan utama dalam
menentukan ejaan yang benar. Dalam aturan penyerapan kata, PUEBI menegaskan
pentingnya penyesuaian ejaan agar sesuai dengan sistem bunyi bahasa Indonesia.
Kata ateis, yang berasal dari atheist, mengikuti kaidah ini
dengan menghilangkan gabungan huruf "th" dan mengubahnya menjadi
"t" tunggal.
Jadi, aturan penulisan ateis
adalah menggunakan huruf "t" tanpa "h" di belakangnya.
Aturan ini juga berlaku untuk kata turunannya.
Kata turunan dari "ateis":
- keateisan (bukan keatheisan)
- ateistis (bukan atheistis)
Dengan memahami ateis atau atheis
ejaan yang benar ini, kamu bisa menulis dengan lebih akurat dan terhindar
dari kesalahan pengetikan yang tidak perlu.
Tips untuk Membiasakan Penulisan "Ateis" yang Benar
Mengubah kebiasaan menulis dari
"atheis" menjadi "ateis" mungkin butuh waktu. Namun, ada
beberapa cara sederhana yang bisa kamu lakukan:
- Ingat Aturan Penyerapan: Kaitkan kata ini dengan kata lain yang
juga menggunakan aturan yang sama, seperti "teologi" dan
"teori". Ini akan membantumu mengingat bahwa "th" di awal
atau tengah kata serapan biasanya menjadi "t" di bahasa Indonesia.
- Manfaatkan KBBI Online: Setiap kali ragu, langsung cek di KBBI
daring. Fitur ini sangat membantu dan cepat.
- Latihan Menulis: Cobalah menulis beberapa kalimat
dengan menggunakan kata "ateis" secara sadar. Latihan ini akan
membuat otakmu terbiasa dengan ejaan yang benar.
Membiasakan diri dengan penulisan baku
adalah langkah kecil tapi penting dalam menunjukkan penghargaan kita terhadap
bahasa nasional.
Pertanyaan Umum Seputar "Ateis" dan "Atheis" (FAQ)
1. Apakah penggunaan atheis di media sosial dan chat salah?
Penggunaan atheis di media sosial
atau chat tidak dianggap salah dalam konteks nonformal. Namun, jika kamu ingin
menunjukkan profesionalisme atau menulis untuk publikasi yang lebih serius,
sangat disarankan untuk menggunakan ateis.
2. Kenapa banyak orang masih menggunakan atheis padahal tidak baku?
Banyak orang masih menggunakan atheis
karena pengaruh besar dari bahasa Inggris. Mereka terbiasa melihat kata aslinya
(atheist) dan langsung mengadopsi ejaannya ke dalam bahasa Indonesia
tanpa melalui proses penyesuaian yang seharusnya.
3. Apakah atheisme juga tidak baku?
Ya, benar. Sama seperti kata dasarnya,
kata turunannya pun harus mengikuti kaidah yang sama. Maka, kata baku yang
benar adalah ateisme, bukan atheisme. Kata ini merujuk pada paham
atau pandangan ateis.
Kesimpulan
Pada akhirnya, dari perdebatan ateis
atau atheis, jawaban yang tepat adalah ateis. Kata ini adalah ejaan
yang benar dan satu-satunya yang diakui sebagai kata baku dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI).
Memahami aturan penyerapan kata asing adalah kunci untuk menguasai bahasa Indonesia dengan lebih baik. Meskipun bahasa terus berkembang, terutama di era digital, menggunakan kata-kata baku tetaplah penting, khususnya dalam komunikasi tertulis yang profesional dan formal. Jadi, mulai sekarang, biasakanlah untuk menulis ateis sebagai bentuk penguasaanmu terhadap bahasa nasional.